The furthest distance between me and coffee is pregnancy.
Saya mulai gemar minum kopi sejak SMP. Dengan segala keterbatasan situasi saya yang saat itu tinggal di asrama, minum kopi menjadi salah satu oase segar yang saya rayakan. Kebiasaan itu berlanjut ketika saya SMU, dan makin menjadi ketika saya kuliah. Di antaranya karena masa itu saya sudah ngekos sehingga lebih bebas memasak air untuk ngopi, tanpa harus turun ke dapur umum asrama untuk minta air panas dulu. Itupun kalau ada, karena mbak-mbak petugas dapur masak air dalam panci besar sehingga kalau kita tidak datang di saat yang tepat maka suhu optimum untuk kenikmatan secangkir kopipun terlewatkan begitu saja.
Jaman kuliah di Malang, asupan kopi harian saya masih pada level dua hingga empat cangkir perhari. Itupun masih kopi sachet seadanya. Baru ketika saya kerja di Jakarta, lalu kuliah di Bandung, dosis itu meningkat hingga enam cangkir perhari. Dan itu kopi hitam tanpa gula. I guess I kinda addicted to coffee. Kalau sehari apalagi beberapa hari nggak dapat asupan kafein, kepala saya bisa pusing. Pusing teramat sangat yang bisa sembuh secara ajaib hanya dengan secangkir kopi. Saya mulai mengumpulkan beberapa jenis kopi nusantara dari daerah-daerah yang saya kunjungi. Beberapa teman tak jarang mengirimi kopi sebagai hadiah atau oleh-oleh. Saya bahkan pernah mendapat kiriman kaos dengan tulisan “Coffee Addict”, dan “Ngopi sik ndak edan” hahahaha…. Itu saking kenalnya para sahabat terhadap kebiasaan ngopi saya.
Tapi semua itu harus terhenti ketika dokter menyatakan saya hamil dan menyebutkan kopi sebagai salah satu hal yang harus saya hindari selama masa kehamilan. Rasanya pengen nawar. Pengen teriak dramatis “TIIIIDAAAAAAAKK!!”. Tapi saya sadar sepenuhnya dalam hidup kita memang harus menentukan prioritas. Saat ini, janin dalam kandungan saya lebih memerlukan segala kalsium yang bisa diserap, dibanding kegemaran saya terhadap kopi. Ternyata, cinta saya terhadap bayi ini melebihi cinta saya kepada kopi.
Bukan berarti saya tidak cinta lagi. Saya tetap menikmati aromanya, hingga mengendus-endus tiap ada rekan seruangan di kantor yang bikin kopi. Atau mengkonsumsi susu hamil rasa moka (thanx to Okky atas informasi berharga ini), dan lebih memilih es krim rasa kekopian. Tapi untuk menikmati secangkir kopi sesungguhnya, sepertinya saya perlu alasan yang lebih kuat.
Di sisi lain, hal ini membuat saya bangga. Ternyata secinta-cintanya saya pada kopi, saya masih bisa menahan diri. Untuk kesekian kalinya, terbukti rasio dan akal sehat saya masih bekerja dan tidak mudah tunduk pada emosi dan keinginan hati yang masih suka seenaknya sendiri.
Maret 23rd, 2015 at 10:16 am
Iya, ini postingan kangen kopi.
Maret 23rd, 2015 at 10:31 am
Menurutku (pendapat sotoy ini lah ya), saat seseorang bisa memutuskan untuk tidak egois, tidak mendahulukan kepentingan sendiri demi anak/calon anaknya, itu tandanya dia siap menjadi orang tua (yang baik). 🙂
Tapi gak berarti aku mau judging juga sih ya dengan yang masih “semau gue” haha.. (duh ini topik sensitif yak lol).
Selamat menikmati masa kehamilan ya Oelpha! Semoga lancar-lancar 😀
Maret 23rd, 2015 at 10:52 am
amiiiiin! makasyi Nath..
Maret 23rd, 2015 at 10:51 am
*pukpuk* sehat2 ya pha~
btw setelah melahirkan udah bole langsung ngopi atau harus nunggu beberapa saat lagi?
Maret 23rd, 2015 at 10:53 am
semoga aja udah boleh.
*ngarep*
makasyi tiiiiin….
Maret 24th, 2015 at 7:51 am
coba dicek-cek duli selama masa menyusui boleh gak hihihi~
Maret 23rd, 2015 at 11:41 am
sekedar informasi, kopi dan teh dapat merusak nutrisi. jadi lebih baik selama si ibu memberikan asi, hindari kopi dan teh..
selain itu, ada bayi yang tidak tahan dengan zat pada kopi-teh (cafein) dan cabe (capcaisin). jadi kalau mau tahu si bayi kuat apa tidak, monggo makan pedas atau minum kopi-teh setelah melahirkan. kalau ternyata nanti (maaf) duburnya memerah ketika pup, berarti gak kuat capcaisin. kalau si anak nggak tidur2, brarti nggak kuat cafein 😀
saya, lanjut puasa minum teh dan kopi sampai anakku berhenti asi.. dan itu entah kapan >__<
Maret 23rd, 2015 at 11:52 am
noted! matur nuwun informasinya Tut.. setidaknya masih bisa minum kopi sekadar buat ngetes ketahanannya.
semoga tahan.. semoga tahan.. semoga tahan..
Maret 23rd, 2015 at 12:04 pm
*pats*
semangat!
Maret 23rd, 2015 at 11:38 am
aku dulu waktu hamil masih minum kopi.. tapi bukan kopi item.. kopi susu tanpa gula 😛 dan minumnya gak tiap hari.. seminggu sekali XD alhamdulillah nggak apa2.. ya, itu tergantung masing2 orang ya.. ada penelitian ttg bumil & kopi, bahwasanya selama minum kopinya masih dalam ambang batas normal (max 2 cangkir sehari), itu gak masalah.. dan kopinya kopi espresso..
ttg bayi yg hamilnya minum kopi dan tidak juga ada bedanya. bayi yg minum kopi (walo sekali seumur hamil) itu lebih giras.. dan anakku girasnya super .__. hahahaha..
kembali lagi ke kamunya, mau apa ndak.. tapi kalo boleh saran, jangan kopi sachet.. mending kopi bubuk sekalian dan NDAK BOLEH BANYAK2 plus NDAK BOLEH SERING!!
*tepok2 ulpe* aku tau rasanya menahan minum kopi ketika hamil.. untungnya dokterku tak mempermasalahkan XD.. semangat ya, pe~
Maret 23rd, 2015 at 11:54 am
Aku nggak bermasalah dengan espresso. Malah kebetulan wong aku memang suka yang kayak gitu. Temenku malah ada yang menyarankan meski sekali dua kali selama hamil tetep perlu minum kopi, katanya biar anaknya ga gampang step. itu gimana tuh Tut?
Maret 23rd, 2015 at 12:17 pm
selama ini sih, sekar panas tertinggi 40.5 dercel alhamdulillah gak step ataupun pingsan. karena normalnya sih step/pingsan.. ya ndak tau juga apakah itu pengaruh aku suka minum kopi/tidak..
aku biasanya waktu nyusui masih rutin minum kopi sebulan sekali.. ini udah 2 bulan gak minum soalnya sekar kondisi kesehatannya masih ndrawasi.. ya karena itu tadi, kopi-teh dapat merusak nutrisi..
Maret 23rd, 2015 at 1:30 pm
Aku menyusui dan masih minum kopi :))
iya tiap anak beda2 sih.. kalo yang ndak alergian dan bermasalah, ibunya masih bisa kok minum minuman kesukaannya 🙂
Btw kemarin Aga tak cicipi kopi hitam pake sendok teh, 2 sendok teh saja biar tahu rasa pahitnya kopi hitam yang ibuknya minum hahaha…
Maret 23rd, 2015 at 1:40 pm
@ipied: semoga saja anakku ntar termasuk yang tangguh dan tahan banting diajak makan atau minum apa aja, juga dalam situasi apa aja. amiiiiin!
Maret 23rd, 2015 at 1:56 pm
aku juga pernah ‘puasa’ kopi selama hamil. Trus aku tanya sama dokterku, “dok, kalau ibu hamil boleh ngopi nggak sih, Dok? saya kadang pengen banget ngopi tapi saya takut :(”
Trus dokterku bilang gini, “selama masih dalam batas kewajaran ya gapapa tho, ya… Emang kamu mau ngopi berapa banyak? Segentong? Kan ya enggak. Silakan minum dan makan apa yang kamu inginkan, selama porsinya nggak berlebihan ya nggak apa-apa”
Selama hamil dan sampai sekarang menyusui aku masih minum kopi, tapi yang instan, bukan kopi hitam sih, suka kembung aku kalo kopi hitam.
Ya alhamdulillah sih Alea baik-baik aja. Padahal sempet khawatir soalnya abis baca-baca artikel di internet, tapi pas dokterku bilang gitu ya udah gapapa berarti.
Remnya memang ada di diri kita sih intinya. Sesuatu yang berlebihan itu efeknya nggak bagus 😀
Maret 23rd, 2015 at 2:14 pm
iya, mbak.. makanya aku juga berusaha tau diri. dokterku mengharamkan, tapi nanti kalo emang segitu pengennya juga kasih kesempatan dispensasi buat diri sendiri. kalo sekali dua kali selama masa kehamilan kan yo insyaAllah masih ndak papa hehehe…
Maret 24th, 2015 at 10:32 am
Hal serupa terjadi buat para pecinta sashimi yang harus menahan diri gak konsumsi ikan mentah. Salut buat kamu yang bisa menahan diri untuk gak minum kopi.
Semoga kehamilan dan persalinannya lancar ya Mpaaah!
Maret 26th, 2015 at 10:29 am
amiiiiin… makasyi Chikaaaa…
Maret 25th, 2015 at 12:38 pm
Sukunnya pasti enak tuh!!
Maret 26th, 2015 at 10:27 am
enak bangeeeet! herannya kok rasanya bisa beda ya, sukun Ambon ama yang di pulau Jawa? rasanya lebih enak sukun di sana.
Maret 25th, 2015 at 3:59 pm
daku bertahun2 disini blm pernah ke Klinik Kopi
lah dirimu kapan kesitu? kok ndak ngajak2? #lah..
Maret 26th, 2015 at 10:26 am
udah dua kali ke sana, om.. tapi belum nyoba tempat barunya.