Daily Archives: Juni 15, 2015

The Preggo Me: Trimester Kedua

Setelah melewati trimester pertama yang alhamdulillah lancar-lancar saja, memasuki trimester kedua, tepatnya pada usia kehamilan 14 minggu, saya sempat mengalami reaksi alergi yang membuat saya harus segera ke UGD Rumah Sakit terdekat. Agak di luar kebiasaan karena meskipun saya mempunyai riwayat alergi, tapi saya biasanya tidak bermasalah dengan allergant yang menjadi penyebab kali ini. Kata dokter hal ini memang bisa terjadi pada ibu hamil karena kondisi yang lebih lemah dan rentan (waktu itu kebetulan pas kerjaan lagi banyak buat persiapan event, malah sampai lembur segala), plus “bakat” alergi yang sudah ada, membuat allergant yang biasanya tubuh saya kebal jadi bisa ikut memicu reaksi. Meski demikian, dokter jaga tidak berani memberi saya obat apapun karena kondisi saya yang sedang hamil. Menurut penjelasan dokter, obat alergi bersifat menyerap kalsium dalam tubuh yang justru sedang sangat diperlukan untuk pembentukan tulang yang sedang diperlukan oleh janin dalam kandungan. Dokter hanya menyarankan saya banyak minum susu untuk menggelontor racun dalam tubuh, dan segera kontrol ke dokter obgyn untuk melihat apakah kejadian tersebut membawa efek pada kondisi janin.

20weeks me

Esoknya segera saya kontrol dan menceritakan duduk perkara pada dokter obgyn. Ketika dilihat melalui USG, ternyata air ketuban saya terhitung sangat sedikit, padahal sebagai tukang minum (air putih, tentunya) saya sudah masuk kategori Unta. Jadilah saya disuntik obat (di pinggul/pantat) untuk memicu produksi air ketuban. Masalah yang sama masih muncul pada kunjungan berikutnya dua minggu kemudian. Selain menambah intake air putih, saya juga diminta untuk banyak mengkonsumsi makanan berprotein tinggi. Perintah itu saya ikuti dengan sepenuh hati dan harap mengingat dokter menyertakan “ancaman”, kalau pada kunjungan berikutnya jumlah air ketuban masih belum memadai, maka akan disuntikkan cairan tambahan melalui perut. Disuntik versi biasa aja saya sudah sebisa mungkin nggak, apalagi ini di perut! Hiiiiiyy…. Alhamdulillah pada kontrol berikutnya, jumlah air ketuban sudah terhitung normal sehingga prosedur tersebut tidak perlu terjadi.

Di trimester kedua ini juga baby bump belum terlalu kelihatan. Terbukti dengan masih dibiarkannya saya berdiri di angkutan umum baik itu bus maupun kereta. Sepertinya saya masih lebih terlihat sebagai mbak-mbak yang berperut buncit atau lagi masuk angin ketimbang ibu hamil. Apalagi pakaian yang saya kenakan juga masih sama dengan pakaian sebelum hamil. Saya bahkan masih bisa beberapa kali boarding melewati petugas bandara tanpa melaporkan kehamilan. Well.. ga seharusnya sih.. wong ya tinggal tanda tangan surat keterangan doang.

22weeks me

Untunglah mual-mual ringan yang terjadi di trimester pertama sudah tidak lagi terjadi. Meski demikian saya sudah mulai diingatkan oleh orang-orang kantor setiap kali masih naik turun tangga. “Cuma satu lantai kok bu/pak”, jawab saya sambil nyengir. Tetap saja saya mendapatkan ceramah panjang lebar karenanya. Duh senangnya banyak yang perhatian sama bumil.. 😀

Namun demikian, pada fase ini saya mulai mudah kelelahan apabila terlalu banyak beraktivitas apalagi yang melibatkan berdiri ataupun berjalan. Jarak dari kantor ke blok M yang biasanya menjadi rute sehari-hari saja lumayan bisa bikin ngos-ngosan dan kaki bengkak. Berasa banget ketika sholat asar-maghrib-isya’ yang waktunya di penghujung hari. Kalau buat duduk di antara dua sujud atau tahiyat kok susah dan terasa keras berarti saya kecapekan. Selain itu saya juga gampang kedinginan. Greges-greges atau meriang kalo orang Jawa bilang. Biasanya terjadi di malam hingga pagi hari setiap habis bersentuhan dengan air. Jangankan mandi, untuk wudhu saja tak jarang dimasakin air dulu oleh suami. Really-really grateful to have such a helpful husband like him. Thank you, sayang.. Mwah!


The Preggo Me: Trimester Pertama

Ketika pertama kali menemukan dua strip dalam alat tes kehamilan, saya masih belum yakin. Karenanya saya merasa perlu mengkonfirmasi kepada dokter kandungan “beneran”. Blank tentang dunia per-dokter obgyn-an di Jakarta (atau di manapun juga sih sebenarnya), saya mengikuti saja jejak beberapa teman yang sudah terlebih dahulu hamil dan melahirkan di RSB Asih, di kawasan Melawai, yang berjarak tidak jauh dari kantor tempat saya bekerja. Ketika mendaftar ke bagian registrasi dan ditanya mau konsul ke dokter siapa, saya juga tak pegang referensi tertentu. “Siapa aja deh, mbak, yang lagi praktek” ujar saya ke mbak petugasnya.

Saya memang sengaja tidak mau jadi ibu hamil yang bagai anggota fandom mengejar dokter tertentu. Customer adalah raja, bukan? Jadi saya bebas dong milih ke dokter siapa aja. Saya coba saja dulu. Kalau ternyata nggak cocok, ya tinggal ganti. Gampang. Jadilah selama masa kehamilan ini, saya cek ke tiga dokter. Dua dokter di RSB Asih, dr. Nurwansyah yang praktek di hari kerja, dan dr. Ari Waluyo yang praktek di hari weekend, agar waktunya lebih leluasa kalau suami ingin mendampingi. Satu lagi dr. Dewanto di RS Permata Hati, Kudus, tempat saya berencana melakukan proses persalinan nanti. Alhamdulillah sejauh ini saya puas dengan layanan ketiganya yang sabar, ramah, menenangkan dan senantiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.

bukan perut saya. pinjem gambar doang dari sini.

bukan perut saya. pinjem gambar doang dari sini.

Trimester awal saya jalani dengan lancar dan tidak merepotkan. Mual wajar berlangsung sepanjang hari sempat mengurangi nafsu makan sehingga berat badan saya malah sempat turun. Tapi untungnya bukan tipe morning sickness yang sampai mengganggu aktivitas. Demikian pula ketika banyak yang bertanya “ngidam apa?”, saya cuma tersenyum sambil menggeleng. Lah memang nggak ada keinginan menggebu untuk makan atau melakukan sesuatu yang sampai di luar nalar (setidaknya itu yang saya pahami sebagai definisi “ngidam”, iya kah?). Wajar pengen ini itu, tapi ketika gak memungkinkan atau ga keturutan ya biasa aja.

Kalau beberapa ibu hamil memilih untuk tidak bepergian di trimester pertama, saya malah tiga kali beperjalanan dinas yang menggunakan pesawat terbang. Salah satunya dengan lokasi meeting room ada di lantai tiga tanpa lift. Naik turun tangga tiga lantai juga hajar saja. Dasar saya memang aslinya pecicilan dan sok gengsian ga mau dibilang lemah :)) . Tapi tentunya ga pake lari. Kebetulan memang orang kantor belum banyak yang tahu kalau saya hamil karena belum banyak perubahan fisik yang kasat mata. Sayapun yakin-yakin aja kalau gapapa. Waktu lapor dokter juga dibilang gapapa mau bepergian naik pesawat di usia kehamilan berapa saja. So no more worries.

Untungnya ketika bertemu Eka, saya direkomendasikan untuk install apps Pregnancy di android. Di situ tersedia berbagai informasi day to day fase apa yang dilalui, do’s and dont’s, tips and tricks, macem-macem lah. Jadi sedikit banyak saya bisa belajar dan memantau apa saja yang terjadi selama proses kehamilan. Maklum lah namanya juga newbie.. Masih sering bingung ama perubahan yang terjadi di badan sendiri.