Tentang Kehilangan

I never knew losing somebody for good could be this hurt.

Hari ini genap tujuh hari mas sepupu saya, M. Zaky Fanani, meninggalkan keluarga besar kami tercinta. Meskipun bagi beberapa orang, tingkatan sepupu mungkin bisa dibilang tidak terlalu dekat, namun di keluarga saya, terutama keluarga besar dari garis bapak, kami sudah seperti satu kesatuan. Sehingga ketika mas Fani (demikian saya bisa memanggilnya), putra dari bude saya berpulang, seluruh keluarga besar turut merasa kehilangan yang begitu dalam.

Mas Fani (center) di antara para sepupu

Mas Fani (center) di antara para sepupu

Kamis, 15 Januari 2015 lalu, saya dan suami tidur lebih awal. Mengingat usia kehamilan saya yang masih memerlukan banyak istirahat, beberapa waktu terakhir ini memang demikian pola yang kami terapkan. Saya juga mengeset handphone dalam kondisi silent agar tidak mengganggu kualitas tidur.

Jumat, 16 Januari 2015 pagi buta saya terbangun. Ketika melihat handphone, waktu menunjukkan pukul 01.30, 3 missed call, sebuah sms, dan ratusan pesan whatsapp (yang ini sudah biasa, karena keikutsertaan saya di beberapa grup aktif). Panggilan yang terlewatkan tercatat dari Iluk, adik saya, serta dua orang sepupu, Nay dan Alina. Ada apa nih? Batin saya. Jawaban baru saya dapatkan ketika saya membuka sms dari Iluk yang berbunyi “Innalillahi, mas Fani meninggal”. Segera saya telfon tapi tidak diangkat. Baru beberapa saat kemudian Iluk menelfon balik, mengonfirmasi kabar yang telah disampaikan sebelumnya. Saya bangunkan suami dan memberitahu kabar itu. “Aku pulang ya?” tanya saya meminta ijin. Dia mengiyakan, tapi tidak bisa ikut pulang pagi itu juga karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Segera saya berusaha mencari tiket pesawat jurusan Semarang. Waktu sepagi itu, teman-teman yang biasa saya hubungi untuk memesan tiket sudah pada tidur. Untungnya Iluk pernah menginstalkan aplikasi pemesanan tiket di gadget saya. Untuk pertama kalinya saya coba aplikasi itu. Flight tercepat yang bisa saya dapatkan jadwal jam 7 pagi. Saya perkirakan masih cukup waktu untuk mengejar waktu pemakaman jam 11 siang. Selesai membooking, saya minta suami untuk mengantar ke atm membayar pesanan tiket, kemudian mendapatkan kode booking melalui e-mail.

Seusai sholat subuh, segera saya berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Alhamdulillah pesawat yang saya tumpangi cukup tepat waktu, dan antrian taxi di Bandara Ahmad Yani tidak crowded sehingga saya bisa tiba di rumah duka sekitar pukul 09.30. Hampir semua anggota keluarga besar sudah tiba di sana. termasuk tante yang dari Solo, juga sepupu-sepupu yang dari Cirebon dan Surabaya. Tinggal sepupu yang berdinas di Gorontalo Utara dan masih menjalani sekolah militer saja yang belum dapat bergabung.

Kepergian yang begitu cepat dan mendadak mengagetkan kami semua. Apalagi almarhum mas Fani dikenal sebagai sosok yang ceria, murah hati, suka menolong, dan tak segan membantu sesamanya. Masih sangat lekat di ingatan saya ketika almarhum “konser” di pesta pernikahan saya menyanyikan lagu Cantik-nya Kahitna, dengan para sepupu lain, (termasuk pengantin yang di atas pelaminan) berkerumun di depan panggung seperti fans-nya. Everybody was there, happily.

In Memoriam M. Zaky Fanani (1986-2015)

In Memoriam M. Zaky Fanani (1986-2015)

Setelah acara pernikahan saya, keluarga besar kami sempat berkumpul di rumah budhe pada libur Natal untuk acara haul-nya Mbah Kakung. Dan hari itu, tujuh hari lalu, kami berkumpul lagi di rumah yang sama, untuk melepas kepergian saudara kami tercinta.

Selamat Jalan, Mas.. Kami percaya kau lebih berbahagia di sisi-Nya. Terima kasih telah mengijinkan kami menjadi bagian dari orang-orang yang kau sayangi, dan menyayangimu.  Selalu.


16 responses to “Tentang Kehilangan

Tinggalkan Balasan ke Natalia Batalkan balasan